Tafsir Al-Hasyr 18-20

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Dan, bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

– Al Hasyr: 18

Takwa adalah kondisi di dalam hati yang diisyaratkan, selalu waspada, menghadirkan dan merasakan pengawasan Allah dalam setiap keadaan. Takut, merasa bersalah, dan malu bila Allah mendapatinya berada dalam keadaan yang dibenci oleh-Nya. Seseorang seharusnya tidak akan pernah merasa aman karena Allah selalu mengawasinya dari segala perbuatan yang dilakukannya.

Maka, hati pun seharusnya semakin sensitif untuk sadar–merasakan bahwa Allah melihat setiap gerak-geriknya.

Orang bertakwa juga senantiasa meluangkan waktu untuk beribadah–yang berarti bukan hanya ibadah maghdah saja. Melakukan segala sesuatunya karena ingin mencapai ridha Allah, bukan demi alasan duniawi.

Ayat ini juga membuat manusia agar mereka merenung, membayangkan hisab amalnya di Padang Mahsyar nanti, yang akan dipertontonkan kepada seluruh bumi, satu per satu amal maupun maksiat; segala apa yang dilakukannya selama hidup. Agar manusia lebih mempersiapkan dirinya dengan sebaik mungkin untuk menghadapi itu; dengan selalu mengingat Allah.

Sejatinya, ketika seseorang telah memaknai dalam hatinya bahwa Allah adalah Dzat yang Maha Tahu akan segalanya, hati orang-orang beriman akan selalu waspada dan ingat bahwa Allah selalu melihat segala sesuatu yang telah ia ciptakan–hingga tentang tiap rintikan air yang jatuh ke muka bumi saat hujan.

Sekali lagi, ayat ini menjelaskan bahwa mempersiapkan diri kita untuk menjalani masa depan sangatlah penting; Allah memerintahkan hamba-Nya untuk melakukan kehendak dari keimanan dan konsekuensi dari keimanan tersebut; tetap bertakwa kepada Allah dan memerhatikan perintah Allah.

“Janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.”

– Al Hasyr: 19

Kondisi yang dijelaskan ini sangat wajar dialami manusia. Melupakan Allah hingga tersesat dalam kehidupan dunia yang fana. Tidak menyiapkan bekal akan kehidupan yang sementara. Mereka yang berada dalam kondisi seperti ini perlu dikembalikan lagi kepada jalan yang lurus, kepada arah dan tujuan yang jelas karena Allah untuk menaikkan derajat dan memuliakannya kembali.

Merekalah orang-orang yang menyimpang, dan keluar dari ketaatan terhadap Allah. Ayat selanjutnya menerangkan bahwa sesungguhnya, mereka adalah penghuni neraka. Manusia diingatkan untuk meniti jalan lain, bukan jalan seperti ini. Karena, jalan penghuni surga dan jalan penghuni neraka berbeda satu sama lain.

“Tidaklah sama penghuni-penghuni neraka dengan penghuni-penghuni surga, penghuni-penghuni surga, itulah orang-orang yang beruntung.”

– Al-Hasyr: 20

Keduanya tidaklah sama. Baik karakter, tabiat, maupun perilakunya. Serta jalannya, hingga nasib akhirnya. Penghuni surga, orang-orang yang beriman, digambarkan memiliki tempat kembali yang indah, sebagai balasan atas apa yang dilakukannya di dunia. Penghuni neraka tidak disebutkan di ayat ini, seolah ia dihiraukan.

***

Sumber: Sayyid Qutb – Tafsir fi Zhilalil Qur’an

Brave Heart

 

Nigetari akirameru koto wa daremo
Isshun areba dekiru kara arukitsuzukeyou

If given a second, anyone can give up and run
So just keep on walking

Kimi ni shika dekinai koto ga aru aoi hoshi ni
Hikari ga nakusenu you ni

There’s something only you can do
So that this blue planet doesn’t lose it’s light

Tsukame! egaita yume wo
Mamore! daiji na tomo wo
Takumashii jibun ni nareru sa
Shiranai pawaa ga yadoru haato ni hi ga tsuitara
Donna negai mo uso ja nai
Kitto kanau kara…show me your brave heart

Seize the dreams you had!
Protect your beloved friends!
You can become stronger
Unknown power dwells in your heart, when its fire is lit
Any wish, it’s true
Will surely be granted…show me your brave heart

Hare no hi bakari ja nai kara tama ni
Tsumetai ame mo furu keredo kasa hirogeyou

Not every day is sunny, so sometimes
Even though a cold rain is falling, just open your umbrella

Ikikata ni chizu nanka nai kedo dakara jiyuu
Doko e datte yukeru, kimi mo

There’s no map of how to live, that’s why we’re free
You can go anywhere

Hashire! kaze yori hayaku
Mezase! sora yori tooku
Atarashii jibun ni aeru sa
Shiranai yuuki ga nemuru haato ni ki ga tsuitara
Mune no naka no doshaburi mo
Kitto yamu kara…show me your brave heart

Run faster than the wind!
Aim farther than the skies!
You can meet a new you
Unknown courage sleeps in your heart, and when you realize
The downpour in your heart
Will surely stop…show me your brave heart

Tsukame! mabushii asu wo
Mamore! ai suru hito wo
Takumashii jibun ni nareru sa
Kowase! yowaki na kimi wo
Kuzuse! butsukaru kabe wo
Atsui kodou buki ni naru kara
Believe in your heart

Seize the bright tomorrow!
Protect the ones you love!
You can become stronger
Break that weak self!
Destroy the walls blocking you!
The warm beat of your heart will be your weapon
Believe in your heart

***

Wah! Kangen banget sama lagu ini. Yang tri version masih dinyanyiin sama Om Ayumi Miyazaki. Suaranya masih tetap powerful kayak dulu.

Just by existing

Shigaso

“You make a great significance to my life, just by existing.”

– Takeshi Aiza

Saya sedang menonton sebuah anime musik berjudul Shigatsu wa Kimi no Uso (atau Your Lie in April dalam bahasa Inggris). Selain memiliki visual karakter dan environment yang menarik serta soundtrack yang keren, anime drama ini memiliki plot yang cukup menyentuh.

Shigatsu wa Kimi no Uso bercerita tentang kehidupan seorang pianis muda berbakat bernama Arima Kousei. Diceritakan bahwa Kousei telah vakum bermain piano sejak dua tahun lalu karena suatu alasan. Padahal Kousei seringkali memenangi lomba piano tingkat nasional sebelumnya. Kousei kembali bermain piano lagi setelah bertemu Kaori Miyazono–seorang violinist yang membuat hidupnya tak lagi monokrom.

Seiring berlanjutnya kisah, kita dikenalkan dua orang pianis bernama Emi Igawa dan Takeshi Aiza yang keduanya bermain piano karena melihat permainan Kousei. Mereka (secara sepihak) menjadikan Kousei sebagai rival. Emi dan Takeshi juga berkembang sampai menjadi pianis level nasional; permainan piano Kousei sangat berperan hingga mereka berdua dapat meraih itu. Walaupun Kousei sendiri tidak pernah mengetahui nama mereka hingga dipertemukan tiga tahun kemudian dalam perlombaan piano.

Emi - Takeshi
Takeshi dan Emi

Anime ini membuat saya tersadar akan suatu kenyataan (yang mungkin unik). Di dunia ini, ada orang-orang yang hanya dengan keberadaannya, bisa memengaruhi orang lain. Mereka saling berpengaruh satu sama lain, simply hanya dengan menjalani hidupnya masing-masing, tidak saling berbicara, tidak berinteraksi, tidak memberikan nasehat secara langsung, tidak memberikan uang dan materi, bahkan (ada juga yang) tidak kenal satu sama lain. Dengan keberadaannya saja, dengan hanya ‘ada’ atau ‘hidup’-nya, orang-orang semacam ini telah berhasil membuat orang lain lebih memaknai kehidupannya.

Banyak orang yang telah memengaruhi orang lain dengan segala keterbatasan interaksi yang mereka lakukan, baik ke arah positif maupun negatif. Bentuk ‘hubungan’ antara kedua orang yang memengaruhi dapat berbentuk seperti rivalitas atau idola. Motivasi yang ditimbulkan juga beragam; ingin diakui, mendapatkan prestasi yang sama, ingin sama-sama bermanfaat.

Biasanya, orang-orang yang memengaruhi ini adalah orang-orang besar yang telah melakukan pencapaian hebat dan diakui oleh masyarakat luas atas karya yang ia berikan dalam hidupnya. Sebagai contoh, tokoh besar Jerman, Adolf Hitler mengidolakan Richard Wagner, seorang komposer asal Jerman yang banyak memengaruhi Hitler bagaimana ia memandang dunia. Hingga, Hitler dapat seberpengaruh itu sekarang.

Tapi, pada kenyataannya, orang-orang ini tidak harus orang-orang yang besar dan diakui dunia atas pengaruh yang mereka berikan. Saya sendiri pun, memiliki orang-orang seperti itu. Mungkin bagi dunia, mereka belum diakui dan belum (atau sudah tidak sempat) melakukan hal-hal besar seperti Hitler atau Wagner. Namun, bagi saya, mereka sangat signifikan. Seperti bagaimana Aiza menganggap Kousei sebagai rivalnya secara sepihak; yang menyebabkan Aiza terus menerus mengimprovisasi dirinya hingga dapat selevel Kousei. Meski rasanya seperti ada tembok yang menghalangi untuk berinteraksi; saya bersyukur, keberadaan orang-orang seperti ini dapat memberikan signifikansi hingga saya dapat menjalani hidup dengan lebih bermakna. Just by existing.

Amanah

Repost dari Mbak Ifah dan Bang Andi

***

Sejatinya amanah itu,
Bukan karena kamu mampu
Bukan pula karena mereka merasa kamu mampu

Bukan karena kamu tahu kapasitasmu
Bukan pula karena mereka tahu kapasitasmu

Dan jangan sampai pula karena kemauanmu

Amanah itu kehendak Allah, rencana Allah atas kehidupanmu

Bahkan sekiranya semua orang di sekitarmu berhimpun untuk menjauhkanmu dari amanah itu, jika Allah tahu itu yang terbaik bagimu, maka ia berikan amanah itu kepadamu.

Bahkan sekiranya semua orang di sekitarmu bersepakat menyatakan bahwa kamu tak mampu, jika Allah tahu amanah itu jalan terbaik untuk meningkatkan kapasitas dirimu, maka ia berikan amanah itu kepadamu.

Bahkan sekiranya semua orang di sekitarmu berupaya maksimal agar seseorang yang bukan dirimu yang mengemban amanah itu, jika Allah ingin mendidikmu dengan amanah itu, maka ia berikan amanah itu kepadamu.

Bahkan sekiranya seluruh aibmu seketika memenuhi fikiranmu dan membuatmu berhenti melangkah karena ragu, jika Allah tahu amanah itu akan membuatmu menjadi hamba yang semakin baik dan semakin dekat dengan-Nya, maka amanah itu akan dia berikan kepadamu.

Percayalah, ada rencana terbaik yang sudah Allah persiapkan,
Sikapilah dengan ikhtiar terbaik yang kamu lakukan,
Serta pertanggungjawaban terbaik yang bisa kamu persiapkan.
Sekali lagi, ini bukan tentang kamu dan mereka, ini tentang kamu dan Dia.

Dan melangkahlah dengan percaya, bahwa bersama-Nya semuanya akan baik-baik saja.

***

Penyemangat malam ini, setelah unlock achievement baru. Semoga Allah kuatkan saya dan kita semua selama setahun ke depan…

Aruku youna hayasa de

89289.jpg

At a walking pace.

Kaca jendela menyambut titik-titik air yang mulai mengendap dan perlahan berjatuhan. Mereka memulai kompetisi untuk saling dahulu-mendahului siapa yang lebih cepat jatuh ke tanah. Tak ada menang-kalah, kekecewaan, tawa dan tangis, bahkan kebahagiaan di perlombaan yang semu itu. Segalanya terlewati seperti berlalunya angin: hilang tanpa meninggalkan jejak dan pergi tanpa ada yang benar-benar dihasilkan.

Sekali lagi ia berusaha bangkit menghadapi kekecewaan meraih angan yang tega membuatnya jatuh. Mungkin ia lebih buruk daripada titik-titik air yang menang dalam perlombaan itu–yang sampai lebih dahulu ke tanah–mereka tidak hanya memperoleh titel kosong, tapi juga kemenangan yang senantiasa dihantui kehampaan belaka.

***

Seperti hari-hari lain, hari ini tidak ada yang spesial, kecuali sekarang adalah hari di mana ia menunaikan rutinitasnya; sekali setiap seminggu tepat pada hari ini. Setelah terbangun dari mimpi panjang yang rasanya tiada memiliki akhir, ia mulai memakai kaus kaki dan sepatu talinya yang selalu tak perlu diikat lagi. Tanda-tanda akan turun derasnya hujan sama sekali tak mengurungkan niatnya untuk pergi mencari arti.

Dengan berjalan dan sesekali berlari, ia mengitari jalan yang terbentang panjang sampai ke ujung cakrawala. Meski tak ada yang tahu mengapa ia melakukan itu. Sebagian beranggapan ia hanya sekedar mengisi waktu luang, sebagian lain beranggapan ia ingin keluar dari zona nyaman. Berbagai skenario, spekulasi, dan asumsi yang ditujukan kepada dirinya sudah cukup untuk dijadikan beberapa episode film.

Tapi, dirinya memang begitu; tetap saja tidak peduli mengapa hal itu terjadi–mungkin ia tidak peduli akan segala yang terjadi di dunia ini. Ia terus berjalan hingga singgah di sebuah taman. Keberadaan bunga mawar, air mancur, bangku taman, ayunan, serta patung-patung eksentrik di taman itu, semuanya tetap saja tidak cukup kasih untuk membuat dirinya terpesona.

Memang selama ini, belum pernah ada yang sepenuhnya indah baginya.

Akhirnya hujan mulai turun ke bumi. Terpaksa tangannya menadah ke atas, berusaha menghalang setiap detik tetesan air yang menyasar tanah. Rentetan serangan hujan dengan konstelasi abstraknya terus mengenainya di segala sisi, tanpa henti dan tanpa ampun; membuat dirinya tak lagi berharap untuk dapat pulang dengan pakaian kering.

Walau membuat kuyup, mengakibatkan pengelihatan kabur, dan menyulitkan langkah karena becek, ia tetap meneruskan perjalanan itu. Sepertinya ia telah paham: hujan adalah karunia sang pencipta yang tak terukur keberkahannya.

Hei, apalagi yang kau ragukan dari ketetapan Tuhan?

Ia mulai berlari menyusuri derasnya hujan, sambil berusaha meminimalisir konsentrasi air yang terus meningkat pada kain pakaiannya.

Ia tahu masih tetap akan merasa sendiri, walau sadar akan segala keterbatasannya untuk tetap bertahan di jalan ini. Selama dan sejauh ia hidup; belum ada yang sampai hati rela menggenggam tangannya, mengajaknya berjalan seiring dan bukan menggiring.

Tak diduga hujan itu hanya datang sesaat, pergi meninggalkan jejak yang sangat tak sebanding dengan waktu keberadaannya menghujani tanah. Langit sudah terlihat tidak menghitam-berisik-menangis lagi. Rute yang biasa ia lewati sudah selesai; dan ia bergegas pulang; sambil tersenyum. Mood-nya sudah membaik lantaran kemunculan pelangi yang tiba-tiba hadir–terlebih karena telah lama hilang tanpa kabar.

***

Sambil mengadah ke atas ia berbisik kepada langit; dan ia telah sadar; perjalanan yang tiga setengah tahun lamanya itu, ternyata telah banyak menyarikan hikmah untuknya.

Yuuki

Archer

“Yet, those hands will never hold anything…”

– Archer

Oktober dan November; dua bulan kemarin, adalah bulan yang sangat berkesan bagi saya, sekaligus menjadi bulan terberat selama 2015 ini: setiap detiknya terasa lamaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa sekali. Alhamdulillah, waktu-waktu tersebut telah terlewati.

Walaupun hasilnya tidak seperti yang saya harapkan; baru-baru ini – setelah cukup lama merenung – saya benar-benar mendapat banyak hikmah atas perjuangan yang telah saya dan teman-teman lakukan. Saya sangat beruntung memiliki mereka yang tulus membantu saya yang bukan apa-apa ini.

Akhirnya, saya kembali sadar; bahwa, ujian dari Allah sejatinya adalah sarana untuk me-level up-kan kita. Ketika seseorang tidak mau bangkit saat diberikan ujian, atau seketika menyerah saat menghadapi cobaan; ia tidak akan bisa kembali berjuang untuk menjadi makhluk Allah yang terbaik.

Serta semuanya yang telah terjadi, segala kerja keras yang telah dilakukan, harapan yang digantungkan; sejatinya tidak akan lepas dari potongan ayat favorit kedua saya ini:

“Allah does not burden a soul beyond that it can bear…”

– Al-Baqarah: 286